Langsung ke konten utama

KETIMPANGAN PROSES PENEGAKKAN HUKUM DI PULAU BANDA NAIRA

“KETIMPANGAN PROSES PENEGAKKAN HUKUM DI PULAU BANDA NAIRA DALAM KERANGKA HUKUM ADMINISTRASI WILAYAH KEPULAUAN” I. LATAR BELAKANG Maluku sebagai wilayah kepulauan merupakan suatu kesatuan yang utuh dan terpisahkan dari bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam laju gerak pertumbuhannya Propinsi Maluku ini dikendalikan oleh Pemerintah Propinsi Maluku yang berkedudukan di Kota Ambon, yang dikomandani oleh Karel Alberth Ralahalu, sedangkan untuk tingkat Kotamadya dikomandani oleh Marcus Papilaya sebagai Walikota . Propinsi Maluku yang beribukotakan Ambon untuk saat ini memang telah terpisah dari Propinsi Maluku Utara yang beribukotakan Ternate, dimana untuk Propinsi Maluku mempunyai satu kotamdya dan tujuh kabupaten, yaitu Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah (Masohi), Kabupaten Maluku Tenggara (Tual), Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Saumlaki), Kabupaten Buru (Namlea), Kabupaten Kepulauan Aru (Dobo), Kabupaten Seram Bagian Barat (Piru), Kabupaten Seram Bagian Timur (Geser), sedangkan khusus untuk keberadaan pengadilan negeri sampai saat ini masih ada tiga yuridiksi yaitu Pengadilan Negeri Ambon, Pengadilan Negeri Masohi, dan Pengadilan Negeri Tual. Berbicara mengenai penegakkan hukum tentu haruslah melibatkan aparat penegak hukum yang ada yaitu polisi, kejaksaan dan pengadilan negeri yang tentunya koordinasi masing-masing instansi diusahakan semaksimal mungkin dengan satu tujuan suksesnya penegakkan hukum di Propinsi Maluku. Mengenai penegakan hukum di Propinsi Maluku khususnya yang menjadi yuridiksi Pengadilan Negeri Ambon , Penulis tertarik untuk sekelumit melihat prosos penegakkan hukum disalah satu wilayah pulau yang masih merupakan yuridiksi Pengadilan Negeri Ambon yaitu Pulau Banda Naira, yang menurut Penulis dalam proses penegakkan hukum di daerah tersebut ada ketimpangan dalam praktek dilapangan sehingga tulisan ini diberikan judul: “ KETIMPANGAN PROSES PENEGAKKAN HUKUM DI PULAU BANDA NAIRA DALAM KERANGKA HUKUM ADMINISTRASI WILAYAH KEPULAUAN ” II. PERMASALAHAN : Berdasarkan pengalaman Penulis ketika pernah ditugaskan untuk menyidangkan perkara-perkara pidana di Pulau Banda Naira yang dilaksanakan di tempat sidang di luar Pengadilan Negeri Ambon yang berada di Pulau Banda Naira ( zitting platzen) sebanyak 12 perkara pidana dimana pada saat dilakukan penelitian terhadap berkas perkara tersebut penulis melihat ada kejanggalan yaitu dimana berkas-berkas yang dajukan di persidangan adalah merupakan hasil penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polri dari Polsek Banda Naira yang berada dibawah komando Kepolisian Resort Masohi yang selanjutnya berkas tersebut dilimpahkan Kejaksaan Negeri Cabang Banda yang berada dibawah komando Kejaksaan Negeri Ambon dan oleh Kacabjari Banda berkas selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Ambon untuk disidangkan. Sehingga dari fakta ini menurut Penulis timbul permasalahan sebagai berikut: “APAKAH PENEGAKAN HUKUM YANG DEMIKIAN INI EFIESIEN DAN TIDAK TERJADI KETIMPANGAN ?” III. PEMBAHASAN MASALAH Masalah penegakan hukum untuk saat ini merupakan hal yang tak perlu ditawar-tawar lagi dan tentu tidak akan terlepas dari instansi-instansi yang mendukung dan berwenang untuk itu yaitu Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan Negeri. Dalam proses penegakan hukum di Pulau Banda Naira yang dalam yuridiksinya masuk Pengadilan Negeri Ambon sehingga apabila terjadi sengketa perdata dan tindak pidana haruslah diajukan di Pengadilan Negeri Ambon yang tentu saja untuk penyelesaian perkara perdata para pihak dapat langsung mengajukannya ke Pengadilan Negeri Ambon sedangkan untuk perkara pidana tentu akan berproses sesuai jenjang yang ada yaitu proses penyidikan di polisi , penuntutan di kejaksaan, persidangan di pengadilan, sedangkan khusus di Pulau Banda Naira menurut penulis ada ketimpangan dalam proses tersebut yang menyimpang dari biasanya. Yaitu dalam keadaan normal biasanya penyidik kejaksaan dan pengadilan negeri berada dalam satu wilayah hukum atau yuridiksi akan tetapi khusus untuk perkara-perkara pidana di Pulau Banda Naira ternyata telah dilakukan oleh penyidiknya dalam hal ini Polsek Banda Naira yang berada dibawah komando Polres Masohi dan bukan berada dibawah komanado Polres Ambon dan PP. Lease sehingga hal ini menjadi ketimpangan dan kejanggalan dimana seharusnya berkas inipun harus dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Masohi, tetapi ternyata berkas tetap dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Cabang Banda Naira yang berda dibawah komando Kejaksaan Negeri Ambon dan selanjutnya berkas tersebut dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Ambon dan bukan ke Pengadilan Negeri Masohi, sehingga hal ini akan timbul masalah seandainya ada pihak yang keberatan mengenai siapa yang berwenang mengadili, hal demikian sebenarnya tidak perlu terjadi seandainya khusus Polsek Pulau Banda berada dibawah Komando Polres Ambon dan P.P. Lease dan Bukan Polres Masohi. Hal ini akan berdampak adanya kemudahan dalam hal koordinasi dan mencegah ketimpangan dalam penegakan hukum , karena dari fakta dilapangan terlihat bahwa hanya Isntansi Polri saja (dalam hal ini Polsek Banda Naira) yang yuridiksinya lain yaitu dibawah komanado Polres Masohi. Sedangkan instansi Kejaksaan dan Pengadilan serta Rutan berada dalam satu wilayah hukum . Sehingga dengan dimasukannya Polsek Banda Naira ke Polres Ambon dan PP. Lease akan memudahkan koordinasi dan suksesnya penegakan hukum di pulau Banda Naira khususnya dan Propinsi Maluku pada umumnya. IV. PENUTUP Demikianlah tulisan ini dibuat untuk dijadikan bahan pertimbangan guna tercapainya upaya penegakan hukum yang maksimal sehingga para pencari keadilan dapat terlayani setiap saat dan setiap waktu. Semoga !. Ambon tanggal 19 Agustus 2006. Penulis, KADARISMAN al RISKANDAR.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Dakwaan Penuntutan Tindak Pidana Perikanan

SURAT DAKWAAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PERIKANAN I. PENDAHULUAN Tindak pidana perikanan atau sering disebut illegal fishing adalah Penanganan perkara tindak pidana perikanan tidak saja sering mengundang silang pendapat, tetapi sering memunculkan ragam tafsir, baik menyangkut penerapan hukumnya, maupun menyangkut kewenangan. Hal demikian terjadi, disatu sisi karena keterbatasan pengetahuan tentang substansi hukumnya, di sisi lain menyangkut lingkup batas kewenangan masing-masing institusi penegak hukum, baik dalam tahap penyidikan (investigation level), tahap penuntutan (prosecution level) maupun tahap pemeriksaan di depan pengadilan (court level). Pada tanggal 29 Oktober 2009 yang lalu telah diundangkan Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Tindak Pidana Perikanan tentang Perikanan, diharapkan dengan adanya undang-undang ini, tidak saja memberikan kejelasan, tetapi juga dapat membangun suatu kondisi kepastian huk

TINDAK PIDANA PERIKANAN DI ZEE: SEBUAH DISKUSI

TINDAK PIDANA PERIKANAN DI ZEE: SEBUAH DISKUSI Hamzah Lubis * Nampaknya, terdapat perbedaan pemahaman antara hakim karir dengan hakim ad hoc dalam menerapkan hukuman pidana perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Para hakim menyadari bahwa saat ini, di ZEEI belum ada perjanjian kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan negara lain. Namun dalam penerapan hukuman pidana perikanan ada yang menetapkan hanya hukuman denda saja dan ada pula hukuman denda plus subsider kurungan. Tulisan ini mencoba mengurai pemahaman dari dua aliran ini. Pendahuluan Ketika seorang calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan menyelesaikan diklat, yang dipahami dan diyakininya tidak ada hukuman badan ataupun kurungan bagi tindak pidana di ZEE. Namun ketika memutus perkara bersama hakim karir, terjadi benturan pendapat – pada umumnya – yang menyebabkan keyakinan hakim ad hoc berkurang sehingga mengalah atau tetap bertahan

Aspek Hukum Sebuah Tanda Tangan

ASPEK HUKUM DARI SEBUAH TANDA TANGAN Oleh : * Dedy Lean Sahusilawane,SH. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenali seseorang baik itu dalam lingkup keluarga, masyarakat ,melalui suatu bentuk panggilan yaitu sebuah nama dan tanda-tangan yang merupakan abstraksi dari jati diri seseorang. Yang menjadi suatu permasalahan ialah pada saat orang tersebut berinteraksi, misalnya membuat sebuah transaksi jual-beli, sewa-menyewa,surat-menyurat,dsb, maka orang tersebut akan membubuhkan tanda-tangan sebagai perlambang dari tindakan orang tersebut, bagaimana makna dari sebuah tanda tangan dalam tulisan ini, penulis akan mencoba memaparkan untuk memberikan pemahaman hukum terhadap makna pembubuhan sebuah tanda tangan dalam penandatanganan suatu akta. KUHPerdata (Burgelijk Wetboek) hanya mengakui surat yang bertanda tangan, karena surat dalam BW diperlukan sebagai sarana pembuktian dalam peruntukannya. Surat yang tidak bertanda tangan, tidak diakui dalam BW, karena ‘tidak dapat diketahui’