Langsung ke konten utama

Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Pembangunan Jembatan Merah Putih

“ASPEK HUKUM PENGADAAN JASA KONSTRUKSI DALAM PEMBANGUNAN JEMBATAN MERAH-PUTIH”
Oleh:
Dedy Lean Sahusilawane, SH.

I. PENDAHULUAN
Pada era pertengahan tahun sembilan puluhan, ide pembagunan Jembatan MERAH PUTIH untuk memperpendek jarak tempuh dari Kota Ambon menuju Bandara Udara Internasional Pattimura di Laha dimunculkan. Tentunya proyek pembagunan infrastruktur semacam ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitar lokasi pembagunan proyek tersebut;
Pada umumnya kita mengetahui rencana pembagunan suatu proyek pemerintah rentan dengan tindak pidana korupsi atau lasimnya dalam pengertian orang awam terjadi penyalagunaan anggaran pembagunan baik pada saat perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap pemanfaatan fasilitas proyek tersebut, sebagaimana kita ketahui proyek ini diperkirakan akan menghabiskan dana kurang lebih Rp.400.milyar rupiah yang berasal dari dana APBN;
Fungsi pengawasan dari masyarakat tentunya sangat penting untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang kemungkinan bisa terjadi, oleh karena itu penulis mencoba memaparkan tujuan dari penulisan ini ialah untuk memberikan gambaran kepada masyarakat untuk dapat memantau pelaksanaan proyek tersebut dari aspek hukum pengadaan jasa konstruksi sehingga kita semua dapat merasakan manfaat dari pembangunan proyek tersebut untuk kepentingan kemakmuran bangsa ini;
Berbagai aspek hukum yang terkait dengan pembangunan proyek tersebut, antara lain sebagai berikut :
I. Aspek Hukum Pengadaan Jasa Konstruksi ;
II. Aspek Hukum Lingkungan;
III. Aspek Hukum Pertanahan;
IV. Aspek Hukum Tindak Pidana Korupsi,dsb;
Dalam penulisan ini penulis akan membatasi kajian dengan mengkaji aspek hukum Pengadaan Jasa Konstruksi Pembangunan Jembatan Merah Putih.
Dalam Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, terdapat 2 hal penting yang berkaitan langsung dengan hukum yaitu menyangkut :
Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
2. Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserah-terimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia, jasa dan/atau pengguna jasa;

II. ASPEK HUKUM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

Penulis akan mengkaji 2 masalah di atas dari sudut aspek hukum, dimulai dari pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak kerja tersebut yaitu pihak :
Pengguna Jasa ;
Penyedia Jasa;
Ad.1. Pengguna Jasa adalah adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi;

Pengguna Jasa dalam pekerjaan pembagunan proyek Jembatan Merah Putih ini ialah Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Maluku dalam hal ini tentunya Gubernur dibantu oleh aparatur yang terkait, berarti pihak yang memiliki pekerjaan atau “hajatan” adalah pihak pemerintah. Pemerintah sebagai pengguna jasa dalam kegiatan pemborongan pekerjaan konstruksi tentunya harus bertindak sesuai dengan berbagai ketentuan atau dasar hukum yang mengatur pelaksanaan pemborongan terhadap proyek-proyek pekerjaan pemerintah , antara lain :
- Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, berikut perubahan-perubahannya, seperti perubahannnya dengan Kepres N0.8 Tahun 1997, tentang Perubahan Keppres No. 16 Tahun 1994.
- Lampiran III Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 16 Tahun 1994 tentang Ketentuan Prakualifikasi untuk Calon Rekanan.
Dalam rapat dengar pendapat antara Pemda Tingkat I Maluku dengan DPRD Tingkat.I Maluku yang disiarkan oleh TVRI, juga disinggung menyangkut pemborong atau penyedia jasa yang akan melaksanakan pembagunan proyek tersebut antara lain terdapat pendapat yang mengusulkan bahwa proyek ini lebih baik dikerjakan oleh BUMN terkait dari pada dikerjakan oleh “pemborong lokal” .

Ad.2 Penyedia Jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi;

Untuk mendapatan penyedia jasa atau pemborong maka perlu diadakan prakualifikasi terhadap calon penyedia jasa atau pemborong yaitu dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan dasar perusahaan penyedia jasa; yang perlu diketahui oleh masyarakat dalam proses ini ialah Posedur Pelaksanaan Prakualifikasi , antara lain adalah Penetapan Panitia Prakulifikasi yang diketuai oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dengan sekretaris adalah Asisten II Sekwilda Tingkat I Bidang Pembangunan, dengan beberapa ketua bidang dan anggota. Panitia Prakualifikasi dengan tugas sebagai berikut :
a) Mengumumkan seluas-luasnya tentang akan diadakannya prakualifikasi melalui media masa antara lain radio, media cetak, papan pengumuman resmi, KADIN setempat, serta asosiasi profesi terkait;
b) Menetapkan calon rekanan yang akan masuk dalam DRM (Daftar Rekanan Mampu);
c) Menyebarluaskan DRM yang ditetapkan;
d) Menerima,meneliti, dan melakukan tindak lanjut atas sanggahan terhadap DRM;
e) Mengeluarkan dari DRM rekanan yang tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai rekanan atau yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan mencantumkan dalam dafar hitam;
f) Mengeluarkan DRM yang disempurnakan setiap tahun.;
Menurut Munir Fuady , dalam pembagunan suatu proyek, cara pemilihan pihak kontraktor atau penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara-cara :
1) Penunjukan /pemilihan secara langsung;
2) Pengadaan secara langsung;
3) Pelelangan (tender) umum;
4) Pelelangan (tender) terbatas;
(Munir Fuady, SH, MH LL.M., Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Citra Aditya Bakti, 1998, hal 173.)
Ad.1 Penunjukan Secara Langsung yaitu pemilihan/penunjukan secara langsung adalah pemilihan kontraktor tanpa melalui suatu pelelangan umum ataupun pelleangan terbatas, akan tetapi dengan memperbandingkan di antara beberapa kontraktor (sekurang-kurangnya 3 kontraktor penawar dipilih dari Daftar Rekanan Mampu) dan langsung melangsungkan negoisasi teknis ataupun harga, sehingga diperoleh harga yang wajar dan teknis yang dapat dipertanggung jawabkan,
Ad.2 Pengadaan Secara Langsung, disamping dilakukan dengan penujukan/pemilihan langsung, dilakukan juga dengan cara yang disebut dengan “Pengadaan Langsung” yang dimaksud dengan pengadaan secara langsung adalah pemilihan kontraktor yang dilakukan di antara pihak kontraktor tertentu saja, misalnya di antara kontraktor golongan ekonomi lemah, tanpa melalui suatu pelelangan umum, pelelangan terbatas dan juga tanpa pemilihan langsung.
Ad.3 Pemilihan Kontaraktor dengan Tender Terbatas ialah pelelangan (tender) terbatas adalah pelelangan untuk proyek-proyek tertentu yang diikuti sejumlah minimal kontraktor tertentu (Kepres No. 16 Tahun 1994 mensyaratkan diikuti sekurang-kurangnya 5 rekanan), dimana menurut Kepres dimaksud kelima rekanan tersebut harus tercantum dalam “ Daftar Rekanan Terseleksi” (DRT) yang dipilh di antara “ Daftar Rekanan Mampu “ (DRM) sesuai dengan bidang usahanya dan kualifikasi kemampuannya , dengan pengumuman secara luas, melalaui media massa, media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha dapat mengetahuinya.
Ad.4 Pemilihan kontraktor dengan tender umum ialah pemilihan lewat pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalaui media massa, media cetak, papan pengumuman resmi untuk diberitahukan kepada masyarakat luas jika ada dikalangan dunia usaha yang berminat untuk mengikuti tender tersebut dan memenuhi syarat prakualifikasi dengan menempuh prosedur :
1) Pembentukan Panitia Pelelangan;
2) Pengumuman dan Pemberian Penjelasan;
3) Pengajuan penawaran dan dokumen-dokumen;
4) Pembukaan dokumen penawaran;
5) Penetapan calon pemenang
6) Penetapan Pemenang;
7) Pengumuman Pemenang;
8) Penujukan Pemenang;
9) Pelelangan ulang , jika pelelangan pertama gagal;
Dari uraian di atas PEMDA sebagai Pengguna Jasa yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu KONTRAK KERJA KONSTRUKSI bersama dengan Penyedia Jasa yakni PEMBORONG, tentunya dengan catatan segala proses pemilihan rekanan atau penyedia jasa diharapkan dilakukan secara transparansi sesuai paraturan yang berlaku dan menghindari ketertutupan yang dapat menimbulkan KKN.
Masyarakat melalui DPRD maupun secara langsung diharapkan dapat memantau kinerja PEMDA dalam proses kontrak kerja konstruksi dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah dipaparkan di atas sehingga praktek-praktek penyuapan, penyalahgunaan wewenang dapat dihindari sejak awal proyek pembagunan Jembatan Merah Putih tersebut melalui mekanisme “ early warning system” atau mekanisme peringatan dini untuk menghindari akibat-akibat hukum yang lebih serius , melalui 2 jalur yaitu :
1. Pengamatan bangunan/pekerjaan secara fisik, sehingga bila ada penyimpangan secar fisik segera dapat diamati;
2. Dengan mengamati dokumen-dokumen perjanjian yang ada;

* Penulis adalah Calon Hakim pada Pengadilan Negeri Ambon 2005-2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Dakwaan Penuntutan Tindak Pidana Perikanan

SURAT DAKWAAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PERIKANAN I. PENDAHULUAN Tindak pidana perikanan atau sering disebut illegal fishing adalah Penanganan perkara tindak pidana perikanan tidak saja sering mengundang silang pendapat, tetapi sering memunculkan ragam tafsir, baik menyangkut penerapan hukumnya, maupun menyangkut kewenangan. Hal demikian terjadi, disatu sisi karena keterbatasan pengetahuan tentang substansi hukumnya, di sisi lain menyangkut lingkup batas kewenangan masing-masing institusi penegak hukum, baik dalam tahap penyidikan (investigation level), tahap penuntutan (prosecution level) maupun tahap pemeriksaan di depan pengadilan (court level). Pada tanggal 29 Oktober 2009 yang lalu telah diundangkan Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Tindak Pidana Perikanan tentang Perikanan, diharapkan dengan adanya undang-undang ini, tidak saja memberikan kejelasan, tetapi juga dapat membangun suatu kondisi kepastian huk

TINDAK PIDANA PERIKANAN DI ZEE: SEBUAH DISKUSI

TINDAK PIDANA PERIKANAN DI ZEE: SEBUAH DISKUSI Hamzah Lubis * Nampaknya, terdapat perbedaan pemahaman antara hakim karir dengan hakim ad hoc dalam menerapkan hukuman pidana perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Para hakim menyadari bahwa saat ini, di ZEEI belum ada perjanjian kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan negara lain. Namun dalam penerapan hukuman pidana perikanan ada yang menetapkan hanya hukuman denda saja dan ada pula hukuman denda plus subsider kurungan. Tulisan ini mencoba mengurai pemahaman dari dua aliran ini. Pendahuluan Ketika seorang calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan menyelesaikan diklat, yang dipahami dan diyakininya tidak ada hukuman badan ataupun kurungan bagi tindak pidana di ZEE. Namun ketika memutus perkara bersama hakim karir, terjadi benturan pendapat – pada umumnya – yang menyebabkan keyakinan hakim ad hoc berkurang sehingga mengalah atau tetap bertahan

Aspek Hukum Sebuah Tanda Tangan

ASPEK HUKUM DARI SEBUAH TANDA TANGAN Oleh : * Dedy Lean Sahusilawane,SH. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenali seseorang baik itu dalam lingkup keluarga, masyarakat ,melalui suatu bentuk panggilan yaitu sebuah nama dan tanda-tangan yang merupakan abstraksi dari jati diri seseorang. Yang menjadi suatu permasalahan ialah pada saat orang tersebut berinteraksi, misalnya membuat sebuah transaksi jual-beli, sewa-menyewa,surat-menyurat,dsb, maka orang tersebut akan membubuhkan tanda-tangan sebagai perlambang dari tindakan orang tersebut, bagaimana makna dari sebuah tanda tangan dalam tulisan ini, penulis akan mencoba memaparkan untuk memberikan pemahaman hukum terhadap makna pembubuhan sebuah tanda tangan dalam penandatanganan suatu akta. KUHPerdata (Burgelijk Wetboek) hanya mengakui surat yang bertanda tangan, karena surat dalam BW diperlukan sebagai sarana pembuktian dalam peruntukannya. Surat yang tidak bertanda tangan, tidak diakui dalam BW, karena ‘tidak dapat diketahui’