Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2014

KETIMPANGAN PROSES PENEGAKKAN HUKUM DI PULAU BANDA NAIRA

“KETIMPANGAN PROSES PENEGAKKAN HUKUM DI PULAU BANDA NAIRA DALAM KERANGKA HUKUM ADMINISTRASI WILAYAH KEPULAUAN” I. LATAR BELAKANG Maluku sebagai wilayah kepulauan merupakan suatu kesatuan yang utuh dan terpisahkan dari bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam laju gerak pertumbuhannya Propinsi Maluku ini dikendalikan oleh Pemerintah Propinsi Maluku yang berkedudukan di Kota Ambon, yang dikomandani oleh Karel Alberth Ralahalu, sedangkan untuk tingkat Kotamadya dikomandani oleh Marcus Papilaya sebagai Walikota . Propinsi Maluku yang beribukotakan Ambon untuk saat ini memang telah terpisah dari Propinsi Maluku Utara yang beribukotakan Ternate, dimana untuk Propinsi Maluku mempunyai satu kotamdya dan tujuh kabupaten, yaitu Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah (Masohi), Kabupaten Maluku Tenggara (Tual), Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Saumlaki), Kabupaten Buru (Namlea), Kabupaten Kepulauan Aru (Dobo), Kabupaten Seram Bagian Barat (Piru), Kabupaten Seram Bagian Timur (Ge

Surat Dakwaan Penuntutan Tindak Pidana Perikanan

SURAT DAKWAAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PERIKANAN I. PENDAHULUAN Tindak pidana perikanan atau sering disebut illegal fishing adalah Penanganan perkara tindak pidana perikanan tidak saja sering mengundang silang pendapat, tetapi sering memunculkan ragam tafsir, baik menyangkut penerapan hukumnya, maupun menyangkut kewenangan. Hal demikian terjadi, disatu sisi karena keterbatasan pengetahuan tentang substansi hukumnya, di sisi lain menyangkut lingkup batas kewenangan masing-masing institusi penegak hukum, baik dalam tahap penyidikan (investigation level), tahap penuntutan (prosecution level) maupun tahap pemeriksaan di depan pengadilan (court level). Pada tanggal 29 Oktober 2009 yang lalu telah diundangkan Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Tindak Pidana Perikanan tentang Perikanan, diharapkan dengan adanya undang-undang ini, tidak saja memberikan kejelasan, tetapi juga dapat membangun suatu kondisi kepastian huk

Kompetensi Badan Peradilan Umum di Indonesia

Ketika zaman Hindia Belanda dikenal adanya dualisme dalam sistem pengadilan di Indonesia, karena adanya pemisahan pengadilan untuk golongan yang berbeda dengan pengadilan untuk golongan pribumi (bangsa Indonesia). Namun pada saat itu sudah ada pengklasifikasian jenis peradilan berdasarkan yurisdiksi perkara yang ditangani. Susunan pengadilan di Jawa dan Madura yang diatur oleh Reglement op de Rechterlijke Organisatie 1848 (disingkat R.O.), pada Pasal 1 disebutkan adanya 6 (enam) macam pengadilan, yaitu : 1. Districtsgerecht; 2. Regentschapsgerecht; 3. Landraad; 4. Rechtbank van Omgang; 5. Raad van Justitie; 6. Hooggerechtsof. Badan pengadilan yang pertama adalah pengadilan yang yurisdiksinya berkompeten mengadili orang-orang pribumi. Sedangkan 3 (tiga) peradilan berikutnya adalah lembaga pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus perkara-perkara untuk golongan penduduk Eropa. Raad van Justitie juga berfungsi sebagai pengadilan tingkat banding. Sedangkan Hooggerechtshof juga bertin